Jumat, 13 Maret 2015

002. MAKALAH PERBANKAN MENGHADAPI PASAR BEBAS ASEAN




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Globalisasi merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dibendung lagi. Di mana sudah tidak ada lagi kendala untuk melakukan mobilisasi baik dalam bentuk produk, jasa, buruh maupun modal. Trend globalisasi ini menghasilkan sebuah fenomena free trade yang lebih massive lagi. Di mana negara-negara semakin memiliki keleluasaan dalam menjalin kerjasama perdagangan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonominya.
Masalah perekonomian merupakan masalah yang tiada batasnya. Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara Asia, disamping China dan India yang tetap tumbuh positif saat negara lain terpuruk akibat krisis finansial global. Ini merupakan suatu prestasi dan optimisme bagi masa depan perekonomian Indonesia. Dengan kondisi ini, pemerintah mengadakan Asean-China Trade Agreement (ACFTA) guna menghadapi persaingan global. Persiapan Indonesia dalam menghadapi ACFTA merupakan salah satu bentuk kerja sama liberalisasi ekonomi yang banyak dilakukan Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini. [1][1]
Perdagangan bebas ASEAN-China dimulai pada awal tahun 2010,  ini berarti perdagangan di Asia Tenggara dan China mengadopsi sistem baru, yaitu sistem yang bebas hambatan. Tarif dan bea masuk yang selama ini dianggap sebagai penghambat telah dihapuskan agar semua komoditas yang diperdagangkan mendapat perlakuan sama di kawasan tersebut. Kesepakatan pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN-China merupakan akibat dari adanya globalisasi yang secara tidak langsung memaksa negara-negara untuk melakukan kerja sama guna mempertahankan eksistensinya di dunia Internasional.[2][2]
Perjanjian ASEAN-Cina Free Trade Area (ACFTA) menurunkan tarif pajak dari 90% untuk barang impor menjadi nol. Negara ASEAN, terutama yang sedang berkembang (Singapura dianggap sebagai negara maju), akan dibanjiri dengan laju barang dibawah ACFTA. Peningkatan akses terhadap barang murah, dalam konteks pengeluaran, akan sangat menguntungkan bagi masyarakat miskin. [3][3]
Namun, dengan adanya perdagangan bebas ini, justru masyarakat ASEAN sedikit khawatir, terutama Indonesia. karena jika dibandikan, produk Indonesia kalah bersaing dengan produk China. Bahkan Negara-negara ASEAN juga mungkin akan sedikit dirugikan atau mengalami deficit dalam perdagangan, serta China akan mengalami surplus, karena dengan harga yang murah dan kualitas barang yang bagus dan terjamin. Terlebih lagi, sebelum diadakannya perjanjian ini, China sudah menguasai pasar-pasar di Asia, terutama di Asia Tenggara. Olehnya itu, Indonesia perlu melakukan berbagai Persiapan guna menghadapi kondisi perdagangan bebas tersebut. Persiapan ini sangat perlu dilakukan karena adanya fakta bahwa sebelum era perdagangan bebas ASEAN-China diberlakukan pun, pasar Indonesia sudah kesulitan menghadapi gempuran barang impor ilegal dari China.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa itu ACFTA?
2.      Bagaimanakah dampak dari ACFTA terhadap Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
A.      ACFTA
Pembentukan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan Republik Rakyat China mengenai Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China (“Framework Agreement”).
Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 5 November 2002 dan melahirkan tiga kesepakatan, yaitu Agreement on Trade in Goods atau kesepakatan perdagangan di bidang barang (29 November 2004), Agreement on Trade in Service atau kesepakatan perdagangan di bidang jasa (14 Januari 2007), dan Agreement on Investment atau kesepakatan di bidang investasi (15 Agustus 2007). 
ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) adalah sebuah persetujuan kerjasama ekonomi regional yang mencakup perdagangan bebas antara ASEAN (Assosiation of South East Asian Nation) dengan China. Persetujuan ini telah disetujui dan ditandatangani oleh negara-negara ASEAN dan China pada tanggal 29 November 2004. Dalam kerjasama ini, hambatan-hambatan tarif dan non-tarif dihilangkan atau dikurangi dalam rangka mewujudkan perdagangan bebas dalam kawasan regional ASEAN dan China. Namun, tidak semua anggota ASEAN menyetujui penghapusan tarif dalam waktu bersamaan. ASEAN6 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, dan filipina menyetujui penghapusan per 1 januari 2010, sedangkan CMLV (Camboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam) baru akan mengeliminasi dan menghapus tarif per 1 Januari 2015.[4][4]
Tidak hanya itu, negara-negara yang telah menyetujuinya juga akan meningkatkan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi serta meningkatkan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para Pihak ACFTA. Di dalam Framework  Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China,  kedua pihak sepakat akan melakukan kerjasama yang lebih intensif di beberapa bidang seperti pertanian, teknologi informasi, pengembangan SDM, investasi, pengembangan Sungai Mekong, perbankan, keuangan, transportasi, industri, telekomunikasi, pertambangan, energi, perikanan, kehutanan, produk-produk hutan dan sebagainya. Kerjasama ekonomi ini dilakukan untuk mencapai tujuan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.
ACFTA memiliki beberapa  bertujuan, sebagai berikut:[5][5]
·         Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi antaranegara-negara anggota.
·         Meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasaserta menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi.
·         Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaanyang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota.
·         Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru (Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam/CLMV) dan menjembatani kesenjangan pembangunan ekonomi diantara negara-negara anggota.
Perjanjian ACFTA ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan KEPPRES Nomor 48 Tahun 2004 dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 2010. Namun yang jadi kendala utama pelaksanaan berlakunya perjanjian ACFTA di Indonesia, bahwa ternyata banyak pihak yang meminta agar waktu berlakunya perjanjian ini agar direnegoisasi kembali oleh pemerintah, yang menurut prediksi para pelaku bisnis dan pemerhati ekonomi Indonesia akan dapat merontokkan ketahanan ekonomi nasional dari serbuan produk China yang masuk ke Indonesia.
Pemerintah Indonesia dan China siap menjalin kerjasama terkait ASEAN-China Free Trade Agreement. Ada lima kesepakatan, di antaranya China mengizinkan pembukaan cabang Bank Mandiri dan pinjaman kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), serta membuka fasilitas kredit ekspor untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Dalam Pertemuan Komisi Bersama (Joint Commission Meeting/JMC) ke-10 di Yogyakarta, Sabtu 3 April 2010, Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Sedangkan China diwakili Menteri Perdagangan Chen Deming.  JMC merupakan forum untuk membahas isu perdagangan investasi, kerjasama keuangan dan pembangunan.
JCM ke-10 hari ini dilaksanakan dalam suasana persahabatan dan kerjasama sehingga menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Beberapa hasil kesepakatan tersebut antara lain:
1.      Pihak China sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buah-buahan tropis (pisang, nenas, rambutan) dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat memasuki pasar China.
2.      Kedua pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan (Working Group on Trade Resolution/WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan yang lancar di antara kedua negara; juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank Mandiri di RRC demi memperkuat hubungan transaksi langsung perbankan.
3.      Atas permintaan Indonesia, dalam JCM ini delegasi RRC menyetujui pembukaan cabang Bank Mandiri di RRC, sehingga akan memperkuat hubungan langsung transaksi perbankan kedua negara.
4.      Kerjasama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank (CEB) dimana kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB kepada LPEI. LPEI juga saat ini dalam tahap finalisasi MoU dan Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) untuk penyediaan kredit sebanyak US$ 250 juta kepada LPEI. Pinjaman tersebut akan digunakan oleh LPEI sebagai fasilitas kredit untuk mendukung perusahaan-perusahaan di kedua negara terkait dengan proyek-proyek perdagangan dan investasi dalam berbagai sektor-sektor prioritas yang disetujui oleh kedua belah pihak termasuk perdagangan dan investasi barang modal, proyek-proyek sektor infrastruktur, energi dan konstruksi.
5.      Kedua pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 miliar dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8 miliar RMB untuk dapat dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur. Adapun proyek-proyek yang telah diselesaikan adalah proyek Jembatan Suramadu dan pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Labuhan Angin. Sementara, pembangunan Waduk Jati Gede masih dalam proses. Terdapat pula 6 proyek baru yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu: pembangkit Listrik Tenaga Uap Parit Baru (Kalimantan Barat) dan pengadaan material untuk jalur sepanjang 1.000 km and 200 unit turn out yang masih dalam proses pengadaan; serta konstruksi Jalan Tol antara Medan dan Kuala Namu (Sumatera Utara); Jembatan Tayan (Kalimantan Barat); Pengembangan Jalan Tol Tahap I: Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Jawa Barat); dan Jembatan Kendari (Sulawesi Tenggara).
6.      Kedua belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerjasama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic Cooperation) yang akan ditandatangani pada saat kunjungan Perdana Menteri Wen Jiabao ke Indonesia pada akhir bulan ini.
7.      Membahas Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation) yang antara lain berisi:
a.       Deklarasi Bersama antara Indonesia dan RRT mengenai Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani oleh kedua Pimpinan Negara pada bulan April 2005 menjadi dasar untuk lebih memperkuat kerjasama perdagangan dan ekonomi antara kedua negara.
b.      Berdasarkan Deklarasi ini, kedua belah pihak akan mengembangkan perspektif strategis dalam mengatasi kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan ke tingkat yang baru untuk kepentingan kedua banga dan negara.
c.       Untuk mencapai tujuan tersebut, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) tetap menjadi dasar strategis dimana masing-masing pihak harus penuh mengimplementasikan perjanjian tersebut secara menyeluruh dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
d.      Kedua pihak akan menetapkan pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi dan berkelanjutan, dimana jika terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak yang mengalami surplus perdagangan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan termasuk mendorong impor lebih lanjut dan memberikan dukungan yang diperlukan.
e.       Agreed minutes ini merupakan upaya untuk menindaklanjuti concern beberapa industri di Indonesia terkait dengan dampak dari Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA). Kedua pihak percaya bahwa komitmen bersama antara kedua pemerintah, disertai dengan komitmen-komitmen dari kedua komunitas bisnis, akan dapat mengatasi kekhawatiran tersebut. 
B.       Dampak ACFTA Terhadap Indonesia
Berlakunya CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area) benar-benar merubah orientasi pasar di negara indonesia. Bagaimana tidak, belum separuh kita bekerja memperbaiki kondisi perekonomian bangsa ini sudah diterjang oleh pasar bebas yang mengakibatkan pasar industri jatuh bangun. Pemberlakuan perdagangan bebas seiring dengan globalisasi sebenarnya sudah lama diprediksi. Di era Presiden Suharto, jajaran kabinetnya sudah mendengungkan soal globalisasi perdagangan yang akan diikuti oleh terbentuknya pasar bebas khususnya dengan RRC. Oleh sebab itu Pak Harto buru-buru menegaskan upaya peningkatan kualitas industri kecil dan menengah dengan orientasi meningkatkan daya saing. Ini tertulis di dalam buku Manajemen Presiden Suharto (Penuturan 17 Menteri).[6][6] Selain itu pembatasan berpolitik bagi warga negara dengan maksud penguatan ekonomi harus didahulukan, setelah itu baru berpolitik. Namun sayang segalanya tak terealisasi seiring jatuhnya Pemerintahan Suharto.
Di dalam perjalannya, Indonesia sebagai anggota ACFTA medapatkan sisi positif dan sisi negatifnya. Adapun sisi positifnya adalah
·         ACFTA akan membuat peluang kita untuk menarik investasi. Hasil dari investasi tersebut dapat diputar lagi untuk mengekspor barang-barang ke negara yang tidak menjadi peserta ACFTA;
·         Dengan adanya ACFTA dapat meningkatkan voume perdagangan. Hal ini dimotivasi dengan adanya persaingan ketat antara produsen. Sehingga produsen maupun para importir dapat meningkatkan volume perdagangan yang tidak terlepas dari kualitas sumber yang diproduksi;
Adapun sisi negatifnya adalah:
·           Penurunan  jumlah industry dalam negeri. Kehadiran produk impor dari China telah menimbulkan dampak negative terhadap lima sector industry yaitu logam, permesinan, tekstil, elektronika, dan furniture. Hal ini berakibat pada sejumlah pelaku usaha di lima industry tersebut terpaksa melakukan efisiensi melalui pengurangan tenaga kerja. Pemberlakukan ACFTA lebih banyak menguntungkan China daripada Indonesia.
·           Serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu.
·           Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yangsangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja.
·           Karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah.Segalanya bergantung pada asing.
·          Peranan produksi terutama sektor industri manufaktur dan IKM dalam pasar nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan lapangankerja semakin menurun.
Meskipun Cina dan ASEAN telah berupaya meliberasikan perdagangannya, pada kenyataannya tingkat tarif dan hambatan antara keduanya ternyata masih cukup tinggi, sehingga memungkinkan untuk terciptanya trade creation. Cina memberlakukan tarif rata-rata sebesar 9,4% untuk barang dari ASEAN. Sebaliknya, tarif yang diberlakukan negara ASEAN terhadap barang dari Cina secara rata-rata hanya sebesar 2,3%.[7][7]
Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian ACFTA ini membawa pemerintah melakukan strategi demi menyelamatkan industri-industri dalam negeri salah satunya dengan melakukan peningakatan daya saing, memproteksi produk dalam negeri sehingga produk–produk impor tidak menguasai pasar dalam negeri sehingga mampu tercipta peluang yang lebih besar untuk produk–produk dalam negeri menguasai pasar sendiri serta mengambil kebijakan-kebijakan untuk meningkatakan stabilitas ekonomi indonesia.
Komentar
1.      Sebelum ACFTA diberlakukan, pemerintah Indonesia seharusnya melakukan survei opini publik untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai ACFTA. Karena dengan survei, pemerintah dapat mengetahui kekhawatiran mayoritas publik dan ini dapat dijadikan ukuran untuk menilai dampak ACFTA terhadap perdagangan Indonesia dan dari situ pemerintah Indonesia dapat menyiapkan strategi besar apa yang mesti dilakukan untuk menghadapi ACFTA.
2.      Kalau memang pemerintah indonesia tidak mampu berkompetisi dengan China untuk beberapa sektor perdagangan, maka strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengeluarkan kebijakan safeguard, yakni pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
3.      Guna mengatasi masalah tersebut diatas pemerintah dapat melakukan beberapa hal:
a.       Memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk lebih mencintai produk dalam negeri sambil terus menigkatkan mutu dari produk - produk dalam negeri, agar lebih berkualitas dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
b.      Menciptakan hambatan - hambatan non-tarif. Seperti standarisasi produk asing yang boleh masuk ke Indonesia.
4.      Melihat dari sisi negative yang disebabkan oleh adanya ACFTA ini, maka pemerintah Indonesia harus meningkatkan daya saing agar dapat berkompetisi dengan China. Caranya adalah dengan memperbaiki masalah infrastruktur. Karena tidak mungkin bagi Indonesia untuk bersaing dengan China bila tidak ditopang dengan infrastruktur yang memadai, serta untuk menstabilkan kondisi industri nasional, pemerintah hendaknya mengerti apa yang dibutuhkan oleh para pelaku ekonomi.
5.       Pemerintah juga harus meningkatkan penjagaan akan terjadinya penyulundupan karena hal itu sangat merugikan para pengusaha.
6.       Perlu adanya pelatihan kewirausaan untuk menciptakan jiwa kewirausahaan bagi kaum muda sehingga akan bisa menciptakan pengusaha baru.
7.      walaupun ACFTA banyak membawa pengaruh negatif terhadap industri-industri dalam negeri akan tetapi Indonesia masih bisa mendapatkan peluang yaitu dengan meningkatkan ekspor produk-produk unggulan dalam negeri, Indonesia harus jeli melihat peluang yanga ada agar dapat mengambil keuntungan yang mampu menopang perekonomian indonesia. Sementara itu, tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam bidang perdagangan luar negeri adalah bagaimana meningkatkan daya saing terhadap ekonomi negara-negara kawasan yang makin meningkat pertumbuhan dan produktifitasnya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) adalah sebuah persetujuan kerjasama ekonomi regional yang mencakup perdagangan bebas antara ASEAN (Assosiation of South East Asian Na  tion) dengan China. Persetujuan ini telah disetujui dan ditandatangani oleh negara-negara ASEAN dan China pada tanggal 29 November 2004. Dalam kerjasama ini, hambatan-hambatan tarif dan non-tarif dihilangkan atau dikurangi dalam rangka mewujudkan perdagangan bebas dalam kawasan regional ASEAN dan China.
ACFTA memiliki beberapa  bertujuan, sebagai berikut:[8][8]
·         Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi antaranegara-negara anggota.
·         Meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasaserta menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi.
·         Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaanyang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota.
·         Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru (Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam/CLMV) dan menjembatani kesenjangan pembangunan ekonomi diantara negara-negara anggota.
Perjanjian ACFTA ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan KEPPRES Nomor 48 Tahun 2004 dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 2010. Namun yang jadi kendala utama pelaksanaan berlakunya perjanjian ACFTA di Indonesia, bahwa ternyata banyak pihak yang meminta agar waktu berlakunya perjanjian ini agar direnegoisasi kembali oleh pemerintah, yang menurut prediksi para pelaku bisnis dan pemerhati ekonomi Indonesia akan dapat merontokkan ketahanan ekonomi nasional dari serbuan produk China yang masuk ke Indonesia.
Di dalam perjalannya, Indonesia sebagai anggota ACFTA medapatkan sisi positif dan sisi negatifnya. Adapun sisi positifnya adalah:
·         ACFTA akan membuat peluang kita untuk menarik investasi. Hasil dari investasi tersebut dapat diputar lagi untuk mengekspor barang-barang ke negara yang tidak menjadi peserta ACFTA;
·         Dengan adanya ACFTA dapat meningkatkan voume perdagangan. Hal ini dimotivasi dengan adanya persaingan ketat antara produsen. Sehingga produsen maupun para importir dapat meningkatkan volume perdagangan yang tidak terlepas dari kualitas sumber yang diproduksi;
Adapun sisi negatifnya adalah:
·           Penurunan  jumlah industry dalam negeri. Kehadiran produk impor dari China telah menimbulkan dampak negative terhadap lima sector industry yaitu logam, permesinan, tekstil, elektronika, dan furniture. Hal ini berakibat pada sejumlah pelaku usaha di lima industry tersebut terpaksa melakukan efisiensi melalui pengurangan tenaga kerja. Pemberlakukan ACFTA lebih banyak menguntungkan China daripada Indonesia.
·           Serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu.
·           Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yangsangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja.
·           Karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah.Segalanya bergantung pada asing.
·          Peranan produksi terutama sektor industri manufaktur dan IKM dalam pasar nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan lapangankerja semakin menurun.

DAFTAR PUSTAKA







[1][1] http://anakkampus06.blogspot.com/2011/12/pengaruh-acfta-terhadap-perekonomian-di.html
[2][2] http://irtask.blogspot.com/2013/05/analisis-dampak-adanya-acfta-asean.html
[3][3] http://anakkampus06.blogspot.com/2011/12/pengaruh-acfta-terhadap-perekonomian-di.html
[6][6] http://www.tandef.net/dampak-globalisasi-terhadap-kesejahteraan-masyarakat
[7][7] http://dianfaisal.wordpress.com/2013/09/19/perjanjian-perdagangan-bebas-dalam-perspektif-abu-yusuf-analisis-dampak-acfta-studi-kasus-cina-dan-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar